Selasa, 15 Maret 2011

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Konseling

1. Struktur

1) Time Limits

Lama konseling akan berlangsung, misal: konseling akan berlangsung 30-60 menit

2) Action Limits

Mengontrol perilaku klien agar tidak berperilaku destruktif, misal: mencegah klien agar tidak terlarut-larut dalam emosi (menangis terlalu lama) agar proses konseling dapat berjalanan efektif selama waktu yang telah di sepakati.

3) Role Limits

Kesepakatan-kesepakatan yang akan didapatkan dari klien dan konselor, misal: butuh berapa kali konseling dan kapan saja pelaksanaannya.

4) Procedural Limits

Persyaratan baku dari lembaga konseling, misal: administrasi konseling

5) Fee Schedule

Tata cara pembayaran

2. Inisiatif

Motivasi klien untuk berubah. Ada klien yang resisten, maksudnya disini klien yang menolak perubahan. Ada pula yang enggan, biasanya datang karena rujukan orang lain (bukan kemauan sendiri).

3. Setting Fisik:

Kondisi disekeliling aktifitas konseling, misal: suhu, tata perabotan rumah, jarak antara klien dan konselor, dsb.

4. Kualitas Klien

Konselor akan menemui banyak klien, di sini akan dikelompokkan beberapa ciri klien yang mudah untuk menerima perubahan dan yang tidak. Fungsinya agar konselor dapat mengetahui penganan sesuai karakteristik klien,

· Klien yang mudah menerima perubahan dapat disingkat dengan YAVIS (Young, Attractive, Verbal, Intelligent, Successful)

· Klien yang sulit menerima perubahan(butuh penanganan khusus) disingkat HOUND (Homely, Old, Unintelligent, Non Verbal, Disadvantages) atau DUD (Dumb, Unintelligent, Disadvantages)

· Kesiapan Klien

5. Kualitas Konselor

Tentunya konselor yang profesional akan sangat dibutuhkan dalam proses konseling. Rogers (dalam Geldard, 1993), sebagai salah satu ahli konseling humanistik menyatakan bahwa konselor yang baik memiliki tiga kualitas:

1. Congruence

Congruence merujuk pada penunjukan diri secara apa adanya (genuine), terintegrasi, dan memandang orang secara keseluruhan (whole person). Contohnya, ketika konselor marah ia tidak membawa kemarahannya dalam proses konseling.

2. Empathy

Empati (empathy) merujuk pada pemahaman terhadap apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh klien. Hal ni didukung oleh Bowman dan Reeves (dalam Karen & Garet, 2006) menyatakan bahwa konselor yang baik sebaiknya dapat mengembangkan moralitas dan kemampuan berempati sesuai dengan kebutuhan. Contohnya, tidak tertawa saat klien sedang menangis.

3. Unconditional Positive Regard

Penerimaan tanpa syarat (unconditional positive regard) merujuk pada penerimaan klien tanpa adanya penilaian (non-judgementally) terhadap nilai-nilai yang dimiliki oleh klien dan mengakui kelebihan dan kelemahan yang dimiliki oleh klien. Contohnya, konselor tidak berprasangka buruk dengan klien yang berpenampilan acak-acakan.

Semoga bermanfaat ^O^9